[postlink]
http://wongmatoh.blogspot.com/2013/09/kutipan-buku-kisah-lainya-suatu-hari-di.html[/postlink]
Satu-dua hari di Rutan Bareskrim, saya mulai memahami lingkungan sekitar. Saya juga mulai berkenalan dengan sesama penghuni dan menghabiskan waktu dengan mengobrol hingga pagi. Beberapa di antara tahanan ingin berfoto bersama dengan saya. Satu dari foto-foto itu meluncur ke dunia maya dan dilihat banyak orang. Saya tidak tahu siapa yang mengunggah foto itu, namun saya yakin betul kalau foto itu di-capture dari CCTV yang ada di sana.
Ada juga yang iseng saat saya mengunjungi Kampung Tengah dan berkenalan dengan penghuninya, Terdengar suara bernada sedikit provokatif, "Suruh ngepel!" Lucunya, tidak ada seorang pun yang menanggapi suara itu. Belakangan saya berkenalan dengan sang pemilik suara. Ternyata dulu saya pernah bekerja sama dengan dia untuk suatu acara musik.
Selama berada di Rutan Bareskrim, saya berkenalan dengan banyak macam orang. Macam orang yang saya maksud ini adalah karakter dan latar belakangnya. Ada pengusaha, anggota Dewan, hakim, dan lain-lain. Beberapa dari mereka akan saya ceritakan.
Selama beberapa minggu awal berada di Rutan Bareskrim, saya tidak terlalu banyak bersuara. Saya lebih senang mengamati sekitar saya, memikirkan kenapa saya ada di sini, sekaligus memikirkan mengapa kami ada di sini. Saya menyaksikan orang-orang dari yang tidak punya uang sampai yang sangat berlebihan uang. Punya banyak atau sedikit benda yang didambakan orang itu, tetap saja kami sama-sama berada di sini. Kami, orang-orang yang mempunyai masalah. Itulah alasan mengapa kami ada di sini.
Walaupun namanya penjara, saya melihat penghuninya tetap menghormati satu sama lain, baik penduduk Kampung Bawah, Kampung Tengah, maupun Kampung Atas. Kampung Bawah kebanyakan adalah orang-orang yang santai menghadapi hari-hari di tahanan dengan bercanda. Mereka tidur beralaskan kasur tipis atau tikar yang langsung bersentuhan dengan lantai. Di Kampung Bawah inilah terletak kamar kecil yang biasa dipakai bersama-sama.
Saya menemui banyak orang berkarakter unik di sini. Saya ingat ada tahanan yang punya lima istri, dan bila jam kunjung tiba, kelima istri itu bisa berkumpul dengan rukun.
Keadaan Kampung Tengah tidak jauh berbeda dari Kampung Bawah. Hanya saja di sini ada mushala yang biasa dipakai shalat oleh semua penduduk rutan, dan di ujung yang berlawanan terdapat tempat cuci piring yang luas.
Keadaan Kampung Atas, tempat di mana saya berada, berbeda. Hanya Kampung Atas terdapat kamar sel. Total ada sepuluh kamar sel di sini, yang berjejer berhadapan, dan di ujung lorongnya terdapat ruang bersama, tempat dimana kami biasa berkumpul.
Kebanyakan penghuni Kampung Atas adalah orang-orang dengan obrolan serius, walaupun sering juga kami bercanda. Terkadang kalau sudah terlalu lama ngobrol dan topik perbincangan terlalu berat, saya suka pusing. Apalagi kalu sudah membahas politik.
Meski demikian, saya mengakui mendapat banyak pelajaran dari mereka, baik secara langsung maupun tidak. Dan mungkin karena saya adalah penduduk paling muda di Kampung Atas, beberapa dari mereka sangat memberi perhatian kepada saya, seperti mengingatkan untuk shalat. Terkadang mereka mengetuk kamar saya hanya untuk mengajak ke mushala. Juga menanyakan apakah saya sudah makan atau belum atau menawarkan makanan.
Ada dua ompung yang dituakan di sini. Ompung yang pertama berperawakan subur, dan dia paling lama berada di sini dibandingkan tahanan lain. Dia masih menunggu keputusan kasasi. Ompung ini mantan pejabat negara. Di kamarnya terdapat puluhan buku yang tersusun tidak rapi. Semua buku itu sudah selesai dibacanya. Kesenanganya dalam mengisi waktu, selain membaca buku, adalah bermain catur. Dia sangat jago bermain catur. Tak ada yang bisa melawan dia hingga seorang hingga seorang tahana KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) baru, seoran pejabat sekretaris daerah, masuh menjadi penghuni.
Ketika saya menceritakan soal suara yang menyuruh saya ngepel, ompung itu lantas membandingkan dengan kondisi dulu. "Kau enak sekarang. Dulu, kalau ada yang baru masauk, selama seminggu pertama kusuruh cuci piring!! Hehehe...," katanya.
Ompung yang kedua usianya lebih tua daripada ompung yang pertama. Saya akan memanggilnya "Ompung Tua" di tulisan ini. Pria berusia 70-an tahun inilah yang waktu itu sempat dibicarakan oleh Pak RT. Ya, Ompung Tua kadang-kadang suka berteriak "Mana Tahan!" atau "Makin jelas barang itu!". Awalnya memang mengagetkan, tapi apabila kita sudah terbiasa mendengarnya, dan sudah mulai mengenal dia, teriakan tadi justru menjadi suatu hal yang menghibur atau lucu. Begitu juga yang dirasakan oleh tahanan lainya.
Ompung Tua adalah seorang pengusaha, seorang tuan tanah. Perangainya unik. Kadang keras, kadang lucu. Dia banyak berkisah tentang masa mudanya, bagaimana d
ia harus bersepeda berkilometer untuk sampai ke sekolah. Juga berkisah tentang perjalananya sebagai pengusaha. Bagaimana dia harus jatuh-bangun dalam menjalani kehidupan. Seorang pengusaha kaya yang sempat menjadi sopir ketika jatuh, dan kemudian meniti kembali kariernya hingga sempat menjadi pengusaha sawit terbesar di Indonesia.
Ada juga yang iseng saat saya mengunjungi Kampung Tengah dan berkenalan dengan penghuninya, Terdengar suara bernada sedikit provokatif, "Suruh ngepel!" Lucunya, tidak ada seorang pun yang menanggapi suara itu. Belakangan saya berkenalan dengan sang pemilik suara. Ternyata dulu saya pernah bekerja sama dengan dia untuk suatu acara musik.
Selama berada di Rutan Bareskrim, saya berkenalan dengan banyak macam orang. Macam orang yang saya maksud ini adalah karakter dan latar belakangnya. Ada pengusaha, anggota Dewan, hakim, dan lain-lain. Beberapa dari mereka akan saya ceritakan.
Selama beberapa minggu awal berada di Rutan Bareskrim, saya tidak terlalu banyak bersuara. Saya lebih senang mengamati sekitar saya, memikirkan kenapa saya ada di sini, sekaligus memikirkan mengapa kami ada di sini. Saya menyaksikan orang-orang dari yang tidak punya uang sampai yang sangat berlebihan uang. Punya banyak atau sedikit benda yang didambakan orang itu, tetap saja kami sama-sama berada di sini. Kami, orang-orang yang mempunyai masalah. Itulah alasan mengapa kami ada di sini.
Walaupun namanya penjara, saya melihat penghuninya tetap menghormati satu sama lain, baik penduduk Kampung Bawah, Kampung Tengah, maupun Kampung Atas. Kampung Bawah kebanyakan adalah orang-orang yang santai menghadapi hari-hari di tahanan dengan bercanda. Mereka tidur beralaskan kasur tipis atau tikar yang langsung bersentuhan dengan lantai. Di Kampung Bawah inilah terletak kamar kecil yang biasa dipakai bersama-sama.
Saya menemui banyak orang berkarakter unik di sini. Saya ingat ada tahanan yang punya lima istri, dan bila jam kunjung tiba, kelima istri itu bisa berkumpul dengan rukun.
Keadaan Kampung Tengah tidak jauh berbeda dari Kampung Bawah. Hanya saja di sini ada mushala yang biasa dipakai shalat oleh semua penduduk rutan, dan di ujung yang berlawanan terdapat tempat cuci piring yang luas.
Keadaan Kampung Atas, tempat di mana saya berada, berbeda. Hanya Kampung Atas terdapat kamar sel. Total ada sepuluh kamar sel di sini, yang berjejer berhadapan, dan di ujung lorongnya terdapat ruang bersama, tempat dimana kami biasa berkumpul.
Kebanyakan penghuni Kampung Atas adalah orang-orang dengan obrolan serius, walaupun sering juga kami bercanda. Terkadang kalau sudah terlalu lama ngobrol dan topik perbincangan terlalu berat, saya suka pusing. Apalagi kalu sudah membahas politik.
Meski demikian, saya mengakui mendapat banyak pelajaran dari mereka, baik secara langsung maupun tidak. Dan mungkin karena saya adalah penduduk paling muda di Kampung Atas, beberapa dari mereka sangat memberi perhatian kepada saya, seperti mengingatkan untuk shalat. Terkadang mereka mengetuk kamar saya hanya untuk mengajak ke mushala. Juga menanyakan apakah saya sudah makan atau belum atau menawarkan makanan.
Ada dua ompung yang dituakan di sini. Ompung yang pertama berperawakan subur, dan dia paling lama berada di sini dibandingkan tahanan lain. Dia masih menunggu keputusan kasasi. Ompung ini mantan pejabat negara. Di kamarnya terdapat puluhan buku yang tersusun tidak rapi. Semua buku itu sudah selesai dibacanya. Kesenanganya dalam mengisi waktu, selain membaca buku, adalah bermain catur. Dia sangat jago bermain catur. Tak ada yang bisa melawan dia hingga seorang hingga seorang tahana KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) baru, seoran pejabat sekretaris daerah, masuh menjadi penghuni.
Ketika saya menceritakan soal suara yang menyuruh saya ngepel, ompung itu lantas membandingkan dengan kondisi dulu. "Kau enak sekarang. Dulu, kalau ada yang baru masauk, selama seminggu pertama kusuruh cuci piring!! Hehehe...," katanya.
Ompung yang kedua usianya lebih tua daripada ompung yang pertama. Saya akan memanggilnya "Ompung Tua" di tulisan ini. Pria berusia 70-an tahun inilah yang waktu itu sempat dibicarakan oleh Pak RT. Ya, Ompung Tua kadang-kadang suka berteriak "Mana Tahan!" atau "Makin jelas barang itu!". Awalnya memang mengagetkan, tapi apabila kita sudah terbiasa mendengarnya, dan sudah mulai mengenal dia, teriakan tadi justru menjadi suatu hal yang menghibur atau lucu. Begitu juga yang dirasakan oleh tahanan lainya.
Ompung Tua adalah seorang pengusaha, seorang tuan tanah. Perangainya unik. Kadang keras, kadang lucu. Dia banyak berkisah tentang masa mudanya, bagaimana d
ia harus bersepeda berkilometer untuk sampai ke sekolah. Juga berkisah tentang perjalananya sebagai pengusaha. Bagaimana dia harus jatuh-bangun dalam menjalani kehidupan. Seorang pengusaha kaya yang sempat menjadi sopir ketika jatuh, dan kemudian meniti kembali kariernya hingga sempat menjadi pengusaha sawit terbesar di Indonesia.
lanjutkan...
Post a Comment