Kisah Lainya : Suatu Hari di Bulan Mei - Kami di Rutan Bareskrim (II)

[postlink] http://wongmatoh.blogspot.com/2013/09/kutipan-buku-kisah-lainya-suatu-kisah-dibulan-mei.html[/postlink]
cerita dan novel kutipan buku kisah lainya
Ini adalah Cerita Kelanjutan dari Buku Kisah Lainya yang kemarin belum sempat nyelesaiin jari dah keram hehe....


Ada satu ucapan Ompung Tua yang selalu melekat dekepala saya: "Yang namanya emas, mau dilempar ke dalam kotoran pun tetap emas."
Satu kegiatan rutin yang saya lakukan bersama Ompung tua dan beberapa tahanan lainya, setiap pukul 20:00 bersama-sama menyantap makan malam. Ompung Tua mendapat kiriman makanan dari rumah. Makanan yang dikirim dari rumah itu cukup untuk disantap bersama tahanan lain yang ada di Kampung Atas. Dia akan sangat tersinggung bila kita tidak mencoba semua makanan yang ada. Sambil makan, Ompung Tua bercerita tentang banyak hal.

Meski demikian, saya tidak selalu menghabiskan waktu makan malam bersama Ompung TUa. Saya juga memenuhi ajakan tahanan lain untuk makan malam bersama.Menyantap makan malam dengan orang-orang yang berbeda ini membawa pengalaman tersendiri, karena saya mendapatkan banyak cerita dari mereka.

Suatu kali, usai makan malam, Ompung Tua menegur saya. Saat itu saya menyantap makan malam bersama tahanan lain. Dia merasa ada yang tidak beres dengan absenya saya. "Yang masak ini muslim. Nanti, kalau ada yang haram, pasti saya kasih tahu."

Tentang Ompung Tua ini, saya sempat menulisa seperti ini:

72 tahun umurnya Ompung
kenyang betul berjalan bersama waktu
masih tergambar jelas kebesaran itu
di kerutan yang mengotori wajahmu
mata yang hanya tebuka sedikit itu menyaksikan beribu cerita
hanya terbuka sedikit mata itu agar tidak ada
orang yang mencuri tengok ke dalam dari jendela hatinya itu
apa yang kau lakukan di sini Ompung...?
Masih ada lagi yang belum kau taklukkan...?


Makin jelas!!! Teriaknya...Hehehe...
Sebuah kata-kata yang terlihat berdiri sendiri
Dalam keadaan yang serba tidak jelas ini


"Kami" yang lain adalah Pak Ustad, begitu beliau biasa dipanggil. Dia adalah Abu Bakar Ba'asyir, penghuni Rutan Bareskrim Mabes Polri berikutnya setelah saya. Pak Ustad masuk kesinin karena di tuding menjadi dalang berbagai aksi terorisme di Tanah Air.

Ketika Pak Usatad datang, saya harus pindah sel yang berpenghuni lebih banyak, sedangkan si pelaut teman satu sel saya pindah ke Kampung Bawah. Itu karena Pak Ustad harus sendirian di selnya. Di sel itu pun petugas rutan menambahkan kamera pengawas.

Pak Ustad adalah pria berusia sekitar 70-an tahun. Badanya tinggi hanya sedikit bungkuk karena usia. Bila kita bersimpangan dan berpandangan lama dengan beliau, dia akan tersenyum.

Interaksi saya dengan Pak Ustad dimulai ketika kami penghuni Kampung Atas, sedang berkumpul di ruang tengah. Sore itu, di antara kami ada juga Pak Hakim dan Pak Misa, begitu saya memanggilnya. Pak Mis adalah seorang anggota DPR yang sedang berjuang mengembalikan nama baiknya. Ia senang sekali berbicara tentang politik yang sedang terjadi di Tanah Air, walupun sesekali kami juga berbicara tentang masalah lain. Pak Mis memberikan bukau karangan Rumi kepada saya. Pak Mis adalah orang yang pertama kali berinteraksi dengan Pak Ustad.

Suatu kali Pak Mis sedang asyik melucu. Ia berdiri sambil memegangi sarungnya. Semua mata tertuju kepada dia. Tanpa disadari, Pak Ustad sudah berdiri di belakangnya. Sambil menoleh kearah Pak Ustad dan tersenyum kepadanya, langsung saja dia menunjuk saya seraya berkata, "Ini Ariel, Pak Ustad." Seketika semua yang ada di ruangan itu tertawa dengan keadaan itu.

Pak Ustad yang tidak mengerti duduk perkara pembicaraan pun ikut tertawa, lantas mengatakan, "Oh, ini toh Ariel? Saya hanya tahu namanya saja."

Sambil tersenyum, ia lantas berkata, "Jangan berkecil hati. Manusia diciptakan di dunia ini memang untuk bikin kesalahan, lalu memperbaiki diri. Kalau semua orang sudah tidak bikin kesalahan lagi, maka semua ini akan dimatikan oleh Tuhan, karena tidak ada lagi tujuan kehidupan." Kata-kata itu tersimpan di kepala saya.

Selain di dalam sel, saya banyak menghabiskan waktu di ruang tengah Rutan Bareskrim. Sel hanyalah tempat untuk tidur bagi saya. Saya sempat tiga kali pindah sel. Yang terakhir saya satu sel bersama Pak Andy, seorang pengusaha asal Batam. Kami mempunyai keinginan sama untuk membersihkan dan membuat sel lebih layak. Beliau seorang yang rajin dan terbiasa berkegiatan. Kami cocok di sel itu.

Saya punya hobi baru saat menghabiskan waktu di ruang tengah, yakni bermain catur. Meski demikian, saya tetap belum bisa menang melawan Ompung. Dalam beberapa langkah saja, saya pasti kalah.

Banyak yang jago bermain catur disini. Selain Ompung dan Pak Sekda, ada juga Pak Maruli. Menurut cerita Pak Maruli kepada saya, dia adalah seorang pegawai pajak yang dilaporkan melakukan sesuatu yang ilegal. Ia tetap dihukum walau sang pelapor sudah menyatakan di pengadilan bahwa laporan itu sebenarnya palsu. Si pelapor terpaksa mengadukan Pak Maruli karena dia sendiri dipaksa seseorang dan pernah merasa sakit hati kepada Pak Maruli. Dia juga yang mengajari banyak hal tentang tenis meja kepada saya. Tenis meja nantinya menjadi hobi baru saya.

Satu-satunya lawan bermain catur saya yang seimbang adalah Sajad, warga negara Afganistan. Dia berada di Bareskrim karena kasus human trafficking. Dia bercerita kalau yang dia lakukan adalah membantu saudara-saudara senegaranya yang ingin mencari kehidupan lebih baik di Australia. Keadaan di Afganistan sudah tidak aman sama sekali. Kekacauan ada di mana-mana.



...Sebelumnya
Selanjutnya...

Share this article :

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2012. Wong Matoh - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger